kerjaholic
situsdepnaker
brangkas-kerja
forums cancer
vitroculture

Selasa, 17 Maret 2009

=CUACA=IKLIM= PENYAKIT TANAMAN=

=CUACA=IKLIM= PENYAKIT TANAMAN=
Perhatian terhadap hubungan antara cuaca dan iklim dengan timbulnya serangan penyakit pada tanaman mulai dirasakan sejak lama dan perhatian terbesar diberikan ketika terjadi kegagalan panen kentang akibat serangan penyakit potato blight (Phytopthora infestan) di Irlandia pada tahun 1846. Meskipun setelah itu telah banyak dilakukan percobaan dan penelitian mengenai hubungan cuaca-iklirn dengan perkembangan patogen, namun masih belum bisa mengungkap semua aspek yang berkaitan dengan interaksi iklim dan cuaca dengan perkembangan penyakit. Oleh karenanya masih diperlukan banyak penelitian mengenai pengaruh iklim dan cuaca terhadap perkembangan dan pertumbuhan patogen terutama dalam aspek yang berkaitan dengan perlindungan tanaman dan peramalan serangan (epidemi).
Sampai sejauh ini telah diketahui bahwa iklim dan cuaca memiliki peranan penting baik langsung maupun tidak langsung pada penyebaran, pemencaran, serta pelerasan dan peletakan spora, infeksi dan penetrasi, kolonisasi dan pembentukan organ pembiakan pada cendawan atau bakteri. Dalam hubungan di atas dapat dikatakan bahwa ada dua proses yarg berinteraksi yaitu proses fisik yang ditampilkan dalam bentuk pola dan fenomena iklim atau cuaca, mikro maupun makro, serta proses biologi yang ditampilkan dalam bentuk pertumbuhan, perkembangan dan epidemi penyakit.
Seiring dengan makin kerap dan berkembangnya penelitian dalam bidang meteorologi dan klimatologi maka beberapa tahun terakhir ini telah berkembang disiplin ilmu baru yang dikenal sebagai Biometeorologi atau Bioklimatologi. Disiplin ilmu ini asalnya cabang dari ekologi yang mempelajari interaksi antara faktor fisik maupun kimia dari lingkungan atmosfer suatu organisme hidup baik di alam terbuka maupun di laboratorium.
Tujuan biometeorologi adalah mengekstraksi sampai seberapa jauh pengaruh iklim dan cuaca terhadap variasi-variasi biologi suatu organisme baik fenotipik maupun genotipik. Karena menurut anggapan dalam biometeorologi bahwa semua bentuk kehidupan tidak lepas dari pengaruh lingkungan atmosfer dan bahwa organisme memperlihatkan suatu adaptedness dan adaptability terhadap iklim dan cuaca.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang relatif tinggi sepanjang tahun di Indonesia merupakan kondisi potensial bagi timbulnya penyakit. Terjadinya infeksi patogen kerap kali ditentukan oleh kondisi kelembaban di sekitar pertanaman, terutama bagi patogen cendawan.
Salah satu contoh bagaimana kelembaban sangat berpengaruh adalah pada kasus penyakit cacar teh (Exobasidium vexans). Penyakit ini ternyata dapat secara drastis dikurangi tingkat serangannya dengan cara mengurangi kelembaban sekitar pertanaman melalui pemotongan atau pengurangan pohon pelindung. Pada penyakit lain cara ini dapat berupa pemangkasan atau penjarangan. Kondisi yang baik untuk pembentukan dan pelepasan spora E. vexars adalah pada kelembaban nisbi udara di atas 80%. Sedangkan untuk perkecambahan spora dibutuhkan kelembaban di atas 90%, tetapi
Air dan Embun
Air yang dimaksudkan di sini adalah air bebas yang sangat besar peranannya dalam perkembangan penyakit. Pada penyakit-penyakit tertentu seperti.kanker kina yang disebabkan oleh Phytopthora cinnamomi atau penyakit lanas tembakau (Phytopthora nicotiane) dapat tersebar luas terbawa air hujan. Selain itu air gutasi juga dapat membantu timbulnya penyakit seperti yang terjadi pada Xanthomonas campestris yang menyerang kol dengan mengadakan infeksi melalui hidatoda (pori air) karena terbawa ke dalam air gutasi. Sedang pada Xanthomonas campestris var. eryzicola pada padi adanya air bebas saja tidak cukup untuk mengadakan infeksi dan membutuhkan faktor lain (Wakman, 1984).
Terdapatnya beberapa penyakit tanaman di wilayah tertentu erat kaitannya dengan jumlah dan distribusi curah hujan selama setahun. Jadi, hawar daun kentang, kudis apel, embun bulu anggur, dan hawar api hanya terdapat atau herada dalam keadaan parah di daerah-daerah yang pada musim pertanaman bercurah hujan atau berkelembaban nisbi tinggi. Kenyataannya, pada semua penyakit tersebut atau pada penyakit lain, curah hujan menentukan bukan hanya berat ringannya penyakit, tetapi juga menentukan apakah penyakit tersebut akan muncul atau tidak di musim itu. Dalam hal penyakit yang disebabkan oleh cendawan, pengaruh kelembaban terjadi pada perkecambahan spora yang memerlukan film air pada jaringan agar dapat berkecambah. Selain itu juga berpengaruh terhadap pelepasan spora dari sporofor seperti yang terjadi pada kudis apel, yang sporanya hanya dapat terlepas bila keadaan lembab. Jumlah siklus penyakit tiap musim erat kaitannya dengan jumlah curah hujan dalam musim tersebut, terutama curah hujan yang cukup lama sehingga cukup untuk memantapkan infeksi. Jadi, seperti pada kudis apel, diperlukan pembasahan sekurang-kurangnya sembilan jam secara terus menerus pada daun, buah dan lain-lainnya agar terjadi infeksi, meskipun suhu dalam keadaan optimum (18-23°C) bagi patogen. Apalagi bila suhunya lebih rendah atau lebih tinggi, waktu minimum pembasahan yang diperlukan adalah 14 jam pada suhu 10°C, 28 jam pada 6°C dan seterusnya. Bila masa pembasahan kurang dari waktu minimum yang diperlukan pada suhu tertentu, maka patogen tidak akan mampu untuk memantapkan diri di dalam inang dan menimbulkan penyakit (Sastrosuwignyo, 1991).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar