NDONESIAN AGRICULTURE
Dalam rangka mempertahankan swasembada beras, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 dan dilaksanakannya Supra Insus. Instruksi Presiden tersebut ditujukan untuk melaksanakan pengendalian hama terpadu, yang menekankan pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida secara bijaksana. Supra Insus adalah usaha untuk lebih meningkatkan produksi beras per hektar, yaitu dengan menerapkan paket teknologi Insus melalui kerjasama antar kelompok tani.
Selanjutnya usaha-usaha peningkatan produksi pangan juga ditekankan pada usaha diversifikasi tanaman pangan, yang didukung oleh usaha peningkatan penyediaan benih, penyuluhan dan efisiensi pengelolaan air irigasi serta usaha pengapuran pada lahan kemasaman tinggi. Kebijaksanaan pokok untuk meningkatkan produksi palawija dan hortikultura adalah meningkatkan mutu benih, intensifikasi, melaksanakan diversifikasi dan ekstensifikasi serta perbaikan pemasarannya.
Usaha peningkatan produksi pangan juga didukung oleh penanganan pascapanen melalui pengembangan teknologi pascapanen, pengelolaan dan pemasaran hasil serta penetapan harga dasar yang wajar, sehingga peningkatan produksi dapat meningkatkan pendapatan petani. Usaha pengembangan pascapanen diarahkan untuk mengurangi kehilangan hasil dan untuk meningkatkan mutu, antara lain melalui penyebaran alat pemanen, alat perontok dan pengering serta rehabilitasi penggilingan padi.
Sebagai hasil kebijaksanaan tersebut di atas, maka rata-rata hasil per hektar dan produksi hasil-hasil pertanian telah meningkat. Pada tahun 1984 swasembada beras dapat dicapai, dan sampai seat ini terus dapat dipertahankan. Pertumbuhan produksi hasil-hasil pertanian yang tinggi itu telah dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempatan kerja bagi penduduk desa.
Usaha-usaha peningkatan produksi peternakan ditekankan terutama pada pembinaan peternakan rakyat dengan cara membina kelompok peternak untuk mempermudah penyuluhan masukan produksi, penyuluhan, dan perbaikan mutu ternak. Selain pengembangan usaha-usaha peternakan rakyat, juga dilaksanakan pembinaan usaha-usaha swasta besar melalui pendekatan sistem agribisnis, yang meliputi usaha pra-produksi dan pascaproduksi, khususnya industri pengolahan hasil-hasil ternak. Sebagai hasil kebijaksanaan ini, maka pengembangan hampir semua jenis populasi ternak telah mencapai sasaran Repelita IV, kecuali ternak sapi perah, ayam bukan ras dan itik. Hal ini disebabkan oleh karena program intensifikasi ternak perah memerlukan waktu cukup lama, sedangkan intensifikasi ternak ayam bukan ras dan itik belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh peternak di pedesaan.
Sementara itu peningkatan produksi perikanan ditekankan pada usaha peningkatan mutu intensifikasi melalui perbaikan teknologi produksi dan manajemen, penyuluhan, pembangunan Balai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih Ikan (BBI).
Dalam rangka menunjang usaha ekstensifikasi, maka pola pengusahaan budidaya udang telah disempurnakan melalui Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan tersebut telah mendorong investasi swasta untuk mengembangkan budidaya tambak. Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut, sampai dengan tahun 1987 telah dibangun dan direhabilitasi sekitar 800 km saluran tambak.
Dalam usaha memanfaatkan sumber daya perikanan secara optimal dan sekaligus melestarikan sumber alam, maka bagi daerah-daerah pantai yang padat tangkap seperti pantai Utara Jawa, Selat Bali dan Malaka, pengembangannya diarahkan ke perairan lepas pantai atau ke bidang usaha lain seperti budidaya laut dan tambak. Selanjutnya untuk pemanfaatan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) telah didorong perusahaan swasta untuk meningkatkan investasi di perairan tersebut.
Kebijaksanaan tersebut telah memberikan dampak positif baik dalam arti peningkatan produksi dan ekspor maupun penyerapan tenaga kerja. Peningkatan produksi perikanan halt telah meningkat lebih besar dibanding dengan sasaran yang ditetapkan, sedangkan produksi perikanan darat sedikit di bawah sasaran karena pembangunan prasarana pengairan tambak memerlukan waktu cukup lama. Pertumbuhan produksi perikanan tersebut
telah meningkatkan pendapatan petani ikan dan kesempatan kerja. Sejalan dengan peningkatan produksi perikanan, volume dan nilai ekspor menunjukkan peningkatan.
Dalam pada itu usaha-usaha peningkatan produksi perkebunan ditekankan pada pembangunan perkebunan rakyat dan ditunjang oleh perkebunan besar yang sudah memiliki kemampuan teknologi dan manajemen serta pemasaran hasil. Pola pengembangan perkebunan rakyat dilaksanakan melalui pola Unit Pelaksana Proyek (UPP) dan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat melalui penyediaan sarana lengkap seperti bibit unggul, pupuk serta pengendalian hama dan penyakit. Untuk meningkatkan produktivitas lahan di daerah bukaan baru, pola pengembangan dilakukan melalui Perkebunan Inti Rakyat PIR), yang melibatkan Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP).
Untuk meningkatkan peranan swasta dan produktivitas lahan di daerah transmigrasi, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang pengembangan perkebunan dengan pola PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Kebijaksanaan tersebut didukung pula oleh rehabilitasi dan pengembangan pabrik pengolahan hasil-hasil perkebunan, yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan peningkatan mutu hasil.
Kebijaksanaan tersebut di atas telah meningkatkan produktivitas hasil per hektar karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, teh dan coklat. Sejalan dengan peningkatan produksi perkebunan, volume ekspor hasil-hasil perkebunan menunjukkan kecende-rungan yang semakin meningkat. Sampai dengan tahun 1986 peningkatan tersebut rata-rata di atas 4,0% per tahun dan peningkatan ekspor terbesar dialami oleh minyak sawit dan coklat.
Senin, 16 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar