kerjaholic
situsdepnaker
brangkas-kerja
forums cancer
vitroculture

Kamis, 19 Maret 2009

Unsur hara tanah

Unsur hara tanah
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak (> 500 ppm). Kekurangan unsur hara makro dapat menimbulkan gejala defisiensi pada tanaman, tidak bisa digantikan oleh unsur hara makro lain. Unsur hara makro diperlukan tanaman > 10 mmol per berat kering tanaman, sedangkan unsur hara mikro kurang dari 10 mmol per berat kering tanaman. Macam-macam unsur hara makro diantaranya:
1. Hidrogen
Unsur hara ini diserap tanaman melalui air dalam bentuk senyawa CO2yang berfungsi sebagai penyusun senyawa organik diantaranya pada protein, asam lemak ( jenuk atau tidak jenuh), DNA dan RNA. Mengel dan Kirkby (1987) menganggap bahwa air merupakan hara tanaman seperti CO2, NH4. air yang digunakan dalam proses foto sintesis sekitar 0,01% dari seluruh keperluan air yang digunakan oleh tanaman. Air selain terlibat dalam proses foto sintesis juga berefungsi sebagai pelarut senyawa organik, anorganik, gula, pengangkut hara tanaman, reaksi biokimia, dan hidrasi sel.
2. Karbon
Karbon juga berfungsi dalam penyusunan senyawa organik, diserap tanaman melaui daun dalam bentuk ion H+ dan H2O. Tanaman mengmabil hara karbon dari udara bebas. Kegiatan ini dilakukan oleh tanaman yang punya klorofil, klorofil mampu menyerap cahaya menjadi energi kimia yangkemudia diubah menjadi CO2 dan karbohirat.
3. Oksigen
Sebagai penyusun senyawa organik diserap tanaman dalam bentuk ion O2 melalui daun tanaman
4. Nitrogen
Merupakan penyusun asam amino, protein , enzim, klorofil, auxsin, fitohormon dan alkoloid yang terdapat pada DNA, RNA dan asam nukleat. Diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+ dan NO3- . nitrogen merupakan hara penting untuk pertumbuhan tanaman. Kadar rata-rata dalam tanaman 2-4% berat kering tanaman. Dalam tanah akandungan nitrogen sangat berfariasi tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanah lahan kering umumnya menyerap ion nitrat nitrogen lebih besar dibanding dengan ion NH4-. Sedangkan pada pH netral relatif sama. Pemupukan nirogen akan meningkatkan produksi tanaman, kadar protein, selulosa, tetapi menurunkan kadar sukrosa dan pati. Penggunaan pupuk yang mengandung nitrogen berlebihan akan memanjangkan fase vegetatif tanaman, tetapi hal ini dapat dikurangi dengan Cholo Choline Chloride (CCC = cycocel). Menurut Yoshida (1969). Pemupukan nitrogen dibawah optimal menyebabkan naiknya asinilasi amonia dan kadar protein dalam daun, namun dapat menghambat pertumbuhan akar. Dan tanamn mudah rebah karena luas permukaan akar menjadi lebih sempit. Menurut Hekl, et al (1972). Pemupukan nitrogen terlalu tinggi menyebabkan penurunan kualitas tanaman karena menurunkan kadar karbohidrat tanaman tersebut. Pupuk nitrogen juga berpengaruh pada kandungan kimia tanaman, kenaikan kadarnitrogen akan menurunkan karbohidrat tanaman. Untuk menetahui status hara tanaman dapat dilakukan analisa tanaman berupa jaringan daun dan tangkai.
5. Kalium
Perannya dalam tanaman untuk mengatur keluar masuknya zat, mengatur enzim respirasi, foto sintesis protein dan pati, glikolisis dan osmose sel tanaman. Diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Kalium termasuk unsur yang mobil dalam sel atau jaringan tanaman, xylem dan phloem. Kalium banyak terdapat pada sitoplasma, kloroplasm. Umumnya kalupenyerapan kalium terlalu tinggi maka penyerapan Ca, Na, Mg turun. Bila tanaman kekurangan kalium maka akan terjadi akumulasi karbohidrat, menurunkan kadar pai, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman.
Fungsi kalium adalah
a.Pengembangan sel dan pengatur tekanan osmose sel
b.Membentuk dan mengangkut karbohidat
c.Sebagai katalisator alam pembentukan protein
d.Menetralkan reaksi dalam sel
e.Mengatur pergerakan stomata
f.Biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat
g.Meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar gula, dan warna lebih menarik
h.Lebih tahan terhadap hama penyait
i.Perkembangan akar tanaman
6. Kalsium
Diserap tanaman dalam bentuk ino Ca2+, perannya adalah penyusun lamela tangah, penghubung antar sel, aktifator enzim pada selaput sel. Kalsium paling banyak terdapat pada dinding sel,, lamela tangah. Pada tanaman dikotil yang mempunyai KTK tinggi dan terutama pada kadar Ca2+ rendah. Pada saat pertumbuhan daun mengkonsumsi kalsium dalam kadar tinggi atau saat intensitas cahaya matahari tinggi dan umumnya menjadi kalsium pekat. Kalsium berpengaruh pada kualitas buah, kekurangan kasium pada buah akan terjadi nekrotik bila berkembang lanjut akan terjadi alur kecil (bitter pit). Pada buah tomat khusunya akan terjadi benjolan tidak rata, untuk menghilangkan gejala tersebut maka pada saat berbunga kebutuhan kalsium supaya terpenuhi.
7. Magnesium
Diserap tanaman dalam bentuk ino Mg2+. Berfungsi sebgai penyusun klorofil, aktifator enzim pada ribosom,kloroplas dan foto sintesa. Magnesium termasuk unsur mobil. Kadar magnesium dalam tanaman sekitar 0,5%, relatif rendah jika dibandingkan dengan kadar kalium dan kalsium. Makin tinggi penyerapan kalium, maka penyerapan magnesium makin rendah. Pada tanaman peranan magnesium sangat vital diantaranya mengaktifkan enzim yang berkaitan dengan metabolisme karbohidrat, enzim pernafasan, dan sebagai katalisator, kofaktor dan menyusun protein. Tanaman yang kekurangan magnesium akan terhenti penyusunan RNA, terhambatnya penyusunan protein dan molekul klorofil. Gejala defisiensi pada tanaman menunjukkan klorosis diantara tulang daun tua, jika berjalan terus maka tanaman akan kering dan mati.
8. Phorporus
Diserap tanamn dalam bentuk ino H2PO4- dan HPO42-. Perananya sebagai penyusun ATP, ADP, NADP, asam nukleat, pospolipid pada membran sel membentuk gula pospat. Pospor dalam tanah dibedakan menjadi pospor organik dan anorganik. Pospor organik berasal dari bahan organik yang mengalami dekomposisidan melepaskan pospor kedalam larutan tanah. Sedangkan yang anorganik terdapat dengan beberapa ikatan seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Peranan unsur pospor dapat mempercepat masaknya buah, mendorong pertumbuhan akar. Kekurangan unsur pospor dapat menyebabkan volume jaringan tanaman kecil dan warna lebih gelap.
9. sulfur
Diserap tanaman dalam bentuk ino SO42+. Perannya pada tanamn adalah penyusun asam amino (sistin dan sistein), protein, penyususjn vitamin (tiamin dan biotin), penyusun koenzim. Mineral sulfur dalam tanah misalnya; NaSO4, MgSO4, FeS, ZnS dan H2S. Pemupukan sulfur terus-menerus menyebabkan reaksi dalam tanah menjadi lebih asam (pH rendah), sehingga menyebabkan Mn dan Al meningkat. Sulfur berperan dalam penyusunan CoA, vitamin, biotin, dan tiamin. Kekurangan sulfur pada tanaman menyebabkan tertimbunya asam amino pada jaringan tanaman, daun mengalami klorosis, pada tanaman legum kekurangan sulfur menyebabkan bintil akar berkurang, menghambat penyusunan protein, kadar asam amino berkurang, ujung tanaman menebal (crimping).
Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh hara yang lain dan apabila tidak terdapat suatu hara tanaman, maka kegiatan metabolisme akan trganggu atau terhenti sama sekali. Tanaman yang kekurangan unsur hara akan menampakkan gejala kekahatan. Gejala ini akan hilang kalau hara tanaman di tambahkan kedalam tanah atau lewat daun. Untuk mengetahui hara tanaman didalam tanah perlu dilakukan analisa tanah dan tanaman.

Rabu, 18 Maret 2009

ADENIUM, GANTI POT LAMA AGAR SELALU BERBUNGA

ADENIUM, GANTI POT LAMA AGAR SELALU BERBUNGA

Tanaman satu ini dikenal karena keindahan daun dan bunganya. Tapi, seringkali ia tak mau berbunga. Bagaimana mengatasinya?

Seorang penggemar berat adenium mengeluh, "Kenapa bunga adenium saya jadi kusam dan daunnya layu, ya?" Padahal, sambungnya, "Dulu rajin berbunga, lo. Bunganya pun cerah, merah tua dengan kombinasi putih di bagian tengah. Yang paling eksotis bonggolnya, gede berbenjol-benjol, menggelembung." Belum lagi pemupukan yang tak pernah telat, juga penyemprotan pestisida. "Tapi kenapa adenium saya tak lagi seperti dulu?" tanyanya lagi.

Selidik punya selidik, tanaman adenium itu ternyata sedang "sakit." Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan tanaman dengan kondisi ruang lingkungan pot yang ada. Akar-akarnya sudah semakin besar dan lebat, batangnya juga makin membesar, sementara kondisi ruang gerak-hidup dan ketersediaan nutrisi amat terbatas. Akar-akar tadi telah memenuhi bagian atas media. Kalau sudah begini, ujung-ujungnya adenium akan mogok berbunga. Daunnya pun tak lagi hijau segar.

Terjadilah persaingan. Berebut hara. Berebut ruang gerak-hidup. Berebut sinar matahari. Akhirnya jumlah daun makin sedikit, tumbuhnya lambat, layu, dan akhirnya menguning. Pertumbuhan tunas dan cabang juga sangat lambat. Yang lebih parah, bunga ngambek, tak mau lagi muncul.

Ya, meski pemupukan rajin dilakukan, namun media tanam yang sudah "tua", katakan saja lebih 2 tahun, membuatnya tak layak lagi mengolah nutrisi. Pendek kata, media tanamnya sudah rusak. Jadi, dipupuk dengan pupuk apa saja, dan sebanyak apa pun, tidak akan menyuburkan tanaman. Solusinya, media tanam itu perlu diganti. Lakukan repotting, ganti pot lama dengan pot baru, termasuk media tanamnya.

Bagaimana cara melakukan repotting adenium? Simak 5 langkah berikut:
1. Siapkan Pot Baru
Pilih pot baru dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan pot lama. Jangan lupa untuk memilih "pot bonsai" agar bonggol adenium terlihat indah di atas media. Bentuk pot ada yang bundar, ada pula yang oval. Perhatikan jarak antara bibir pot dengan pangkal batang, yang ideal sekitar 8 - 10 cm. Dengan jarak selebar itu, di samping gerakan akar lebih leluasa, juga lebih indah dipandang.

2. Ganti Media Tanam
Adenium termasuk tanaman zerofit. Artinya, cocok hidup di daerah kering. Untuk itu, ia membutuhkan media yang berongga (porous). Itu berarti, adenium tidak menyenangi media yang kuat mengikat air. Bisa-bisa akarnya malah membusuk. Jadi, gunakan media porous antara lain coco peaf (serbuk sabut kelapa), arang sekam padi, pasir kasar, pecahan arang kayu, pecahan batu apung, dan pupuk kompos atau pupuk kandang yang sudah matang.

Tersedia sekurang-kurangnya 3 pilihan media sebagai berikut: (a) Campuran pecahan batu apung berdiameter 0,25-0,50 cm, lalu arang sekam, dan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1, (b) Campuran pasir kasar, arang sekam, dan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1; dan (c) Campuran pasir kasar, coco peaf dan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1.

Jangan lupa, dasar pot diberi arang kayu kira-kira seperempat tinggi pot agar air tidak mampat. Barulah kemudian media tanam dimasukkan ke dalam pot baru hingga memenuhi setengah dari tinggi pot.

3. Keluarkan dari Pot Lama
Keluarkan tanaman adenium dari dalam pot lama. Caranya, siramlah tanaman, lalu dinding pot diketuk-ketuk melingkar. Setelah itu, jungkirkan posisinya sembari menahan tanaman. Yang penting, jaga jangan sampai tanaman rusak, misalnya akarnya terputus.
Siram akar-akarnya hingga tanah yang menempel jadi larut. Lalu, potong akar-akar yang sudah tua, tapi sisakan sekitar 2 - 3 cm. Gunakan gunting tajam agar tidak mengotak jaringan akar.

4. Rendam Pestisida
Akar yang sebagian dipotong, tentu akan meninmbulkan luka. Nah, dari luka itulah ada kemungkinan akan memicu tumbuhnya jamur. Jadi, bagian akar dan bonggol tanaman tersebut direndam dalam pestisida guna menolak datangnya jamur. Misalnya dengan pestisida Agrimex, Mansote, atau Dagonil. Perendaman cukup 15 menit.

5. Tanam Pot Baru
Sesudah direndam pestisida, batang adenium diangkat, lantas dimasukkan ke dalam pot baru yang telah disiapkan. Tutup dengan media tanam yang masih tersisa hingga setinggi leher pot. Berikutnya, tanaman adenium disiram air bersih.

Usai repotting, tanaman adenium sebaiknya diletakkan di tempat teduh dan terlindung dari hujan. Pasalnya, adenium yang baru saja direpotting biasanya cukup rentan terhadap perubahan cuaca. Setelah sekitar 2 minggu, adenium boleh diletakkan di tempat yang terbuka atau panas.

7 LANGKAH TANAMAN HIDROPONIK

7 LANGKAH TANAMAN HIDROPONIK
Seringkali, tanaman indoor meninggalkan kotoran di lantai, gara-gara tumpahan atau bocoran media tanam. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan bertanam secara hidroponik. Di samping menjaga lantai atau meja tetap resik, juga dari sisi keindahan. Bagaimana cara menghidroponikkan zamio?

1. Persiapan. Siapkan pot berdiameter sekitar 15-20 cm. Lengkapi pot dengan wadah penampung air di bagian bawah (dasar). Media tanamnya berupa: pasir, zeolit, batu apung, perlit, spons, batu kali, dan sebagainya. Bisa juga langsung membeli media hidroponik yang telah jadi.

2. Pengisian media. Tutup lubang di dasar pot dengan kawat kasa nilon. Sebelum dipakai, cuci bersih batu apung putih dan batu zeolit, lantas masukkan media tanam ke dalam pot hingga mencapai sepertiga bagian pot.

3. Bibit dikeluarkan dan dicuci. Pilihlah bibit zamio yang berdaun mulus, dan sekurang-kurangnya punya 2 tangkai. Jangan lupa, pilih juga yang bentuk umbinya teratur. Pelan-pelan, keluarkan bibit dari polybag atau pot pembibitan. Bila akar-akarnya terlalu lebat, tak ada salahnya dikurangi. Cucilah bibit dengan air keran yang mengalir.

4. Tanam bibit. Masukkan bibit zamio tepat di tengah-tengah pot. Tambahkan media tanam hingga mencapai duapertiga pot, lalu siram. Yang penting, usahakan sebagian umbi bisa menyembul ke permukaan. Ini agar penampilan zamio terlihat lebih antik.

5. Tambahkan nutrisi. Agar zamio tumbuh sehat, perlu ditambahkan nutrisi berupa pupuk. Misalnya per pot butuh 1-2 tablet NPK Tablet Pamafert. Bisa juga memakai Dekaform, Dekastar, atau Osmocot 10-30 butir per pot.

6. Pengerudungan. Sebaiknya dikerudungi dengan plastik bening selama 3-4 minggu. Simpan zamio dalam pot hidroponik di tempat yang teduh dan aman. Sabarlah menunggu 3-4 bulan lagi sampai tumbuh segar.

7. Rajin merawat. Selama menunggu, setiap pagi, pajang zamio hidroponik di tempat terbuka guna mendapat sinar matahari. Lalu, tambahkan lagi pupuknya. Anda bisa menggunakan 1 sendok makan NPK (15-15-15) dilarutkan dalam 10 liter air. Siramkan pupuk di sekitar tanaman setiap 3 hari sekali.

Selasa, 17 Maret 2009

=CUACA=IKLIM= PENYAKIT TANAMAN=

=CUACA=IKLIM= PENYAKIT TANAMAN=
Perhatian terhadap hubungan antara cuaca dan iklim dengan timbulnya serangan penyakit pada tanaman mulai dirasakan sejak lama dan perhatian terbesar diberikan ketika terjadi kegagalan panen kentang akibat serangan penyakit potato blight (Phytopthora infestan) di Irlandia pada tahun 1846. Meskipun setelah itu telah banyak dilakukan percobaan dan penelitian mengenai hubungan cuaca-iklirn dengan perkembangan patogen, namun masih belum bisa mengungkap semua aspek yang berkaitan dengan interaksi iklim dan cuaca dengan perkembangan penyakit. Oleh karenanya masih diperlukan banyak penelitian mengenai pengaruh iklim dan cuaca terhadap perkembangan dan pertumbuhan patogen terutama dalam aspek yang berkaitan dengan perlindungan tanaman dan peramalan serangan (epidemi).
Sampai sejauh ini telah diketahui bahwa iklim dan cuaca memiliki peranan penting baik langsung maupun tidak langsung pada penyebaran, pemencaran, serta pelerasan dan peletakan spora, infeksi dan penetrasi, kolonisasi dan pembentukan organ pembiakan pada cendawan atau bakteri. Dalam hubungan di atas dapat dikatakan bahwa ada dua proses yarg berinteraksi yaitu proses fisik yang ditampilkan dalam bentuk pola dan fenomena iklim atau cuaca, mikro maupun makro, serta proses biologi yang ditampilkan dalam bentuk pertumbuhan, perkembangan dan epidemi penyakit.
Seiring dengan makin kerap dan berkembangnya penelitian dalam bidang meteorologi dan klimatologi maka beberapa tahun terakhir ini telah berkembang disiplin ilmu baru yang dikenal sebagai Biometeorologi atau Bioklimatologi. Disiplin ilmu ini asalnya cabang dari ekologi yang mempelajari interaksi antara faktor fisik maupun kimia dari lingkungan atmosfer suatu organisme hidup baik di alam terbuka maupun di laboratorium.
Tujuan biometeorologi adalah mengekstraksi sampai seberapa jauh pengaruh iklim dan cuaca terhadap variasi-variasi biologi suatu organisme baik fenotipik maupun genotipik. Karena menurut anggapan dalam biometeorologi bahwa semua bentuk kehidupan tidak lepas dari pengaruh lingkungan atmosfer dan bahwa organisme memperlihatkan suatu adaptedness dan adaptability terhadap iklim dan cuaca.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang relatif tinggi sepanjang tahun di Indonesia merupakan kondisi potensial bagi timbulnya penyakit. Terjadinya infeksi patogen kerap kali ditentukan oleh kondisi kelembaban di sekitar pertanaman, terutama bagi patogen cendawan.
Salah satu contoh bagaimana kelembaban sangat berpengaruh adalah pada kasus penyakit cacar teh (Exobasidium vexans). Penyakit ini ternyata dapat secara drastis dikurangi tingkat serangannya dengan cara mengurangi kelembaban sekitar pertanaman melalui pemotongan atau pengurangan pohon pelindung. Pada penyakit lain cara ini dapat berupa pemangkasan atau penjarangan. Kondisi yang baik untuk pembentukan dan pelepasan spora E. vexars adalah pada kelembaban nisbi udara di atas 80%. Sedangkan untuk perkecambahan spora dibutuhkan kelembaban di atas 90%, tetapi
Air dan Embun
Air yang dimaksudkan di sini adalah air bebas yang sangat besar peranannya dalam perkembangan penyakit. Pada penyakit-penyakit tertentu seperti.kanker kina yang disebabkan oleh Phytopthora cinnamomi atau penyakit lanas tembakau (Phytopthora nicotiane) dapat tersebar luas terbawa air hujan. Selain itu air gutasi juga dapat membantu timbulnya penyakit seperti yang terjadi pada Xanthomonas campestris yang menyerang kol dengan mengadakan infeksi melalui hidatoda (pori air) karena terbawa ke dalam air gutasi. Sedang pada Xanthomonas campestris var. eryzicola pada padi adanya air bebas saja tidak cukup untuk mengadakan infeksi dan membutuhkan faktor lain (Wakman, 1984).
Terdapatnya beberapa penyakit tanaman di wilayah tertentu erat kaitannya dengan jumlah dan distribusi curah hujan selama setahun. Jadi, hawar daun kentang, kudis apel, embun bulu anggur, dan hawar api hanya terdapat atau herada dalam keadaan parah di daerah-daerah yang pada musim pertanaman bercurah hujan atau berkelembaban nisbi tinggi. Kenyataannya, pada semua penyakit tersebut atau pada penyakit lain, curah hujan menentukan bukan hanya berat ringannya penyakit, tetapi juga menentukan apakah penyakit tersebut akan muncul atau tidak di musim itu. Dalam hal penyakit yang disebabkan oleh cendawan, pengaruh kelembaban terjadi pada perkecambahan spora yang memerlukan film air pada jaringan agar dapat berkecambah. Selain itu juga berpengaruh terhadap pelepasan spora dari sporofor seperti yang terjadi pada kudis apel, yang sporanya hanya dapat terlepas bila keadaan lembab. Jumlah siklus penyakit tiap musim erat kaitannya dengan jumlah curah hujan dalam musim tersebut, terutama curah hujan yang cukup lama sehingga cukup untuk memantapkan infeksi. Jadi, seperti pada kudis apel, diperlukan pembasahan sekurang-kurangnya sembilan jam secara terus menerus pada daun, buah dan lain-lainnya agar terjadi infeksi, meskipun suhu dalam keadaan optimum (18-23°C) bagi patogen. Apalagi bila suhunya lebih rendah atau lebih tinggi, waktu minimum pembasahan yang diperlukan adalah 14 jam pada suhu 10°C, 28 jam pada 6°C dan seterusnya. Bila masa pembasahan kurang dari waktu minimum yang diperlukan pada suhu tertentu, maka patogen tidak akan mampu untuk memantapkan diri di dalam inang dan menimbulkan penyakit (Sastrosuwignyo, 1991).

Senin, 16 Maret 2009

NDONESIAN AGRICULTURE

NDONESIAN AGRICULTURE
Dalam rangka mempertahankan swasembada beras, telah dike­luarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 dan dilaksana­kannya Supra Insus. Instruksi Presiden tersebut ditujukan untuk melaksanakan pengendalian hama terpadu, yang menekankan pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida secara bijak­sana. Supra Insus adalah usaha untuk lebih meningkatkan pro­duksi beras per hektar, yaitu dengan menerapkan paket tekno­logi Insus melalui kerjasama antar kelompok tani.

Selanjutnya usaha-usaha peningkatan produksi pangan juga ditekankan pada usaha diversifikasi tanaman pangan, yang di­dukung oleh usaha peningkatan penyediaan benih, penyuluhan dan efisiensi pengelolaan air irigasi serta usaha pengapuran pada lahan kemasaman tinggi. Kebijaksanaan pokok untuk me­ningkatkan produksi palawija dan hortikultura adalah mening­katkan mutu benih, intensifikasi, melaksanakan diversifikasi dan ekstensifikasi serta perbaikan pemasarannya.

Usaha peningkatan produksi pangan juga didukung oleh pe­nanganan pascapanen melalui pengembangan teknologi pascapa­nen, pengelolaan dan pemasaran hasil serta penetapan harga dasar yang wajar, sehingga peningkatan produksi dapat me­ningkatkan pendapatan petani. Usaha pengembangan pascapanen diarahkan untuk mengurangi kehilangan hasil dan untuk mening­katkan mutu, antara lain melalui penyebaran alat pemanen, alat perontok dan pengering serta rehabilitasi penggilingan padi.

Sebagai hasil kebijaksanaan tersebut di atas, maka rata-rata hasil per hektar dan produksi hasil-hasil pertanian te­lah meningkat. Pada tahun 1984 swasembada beras dapat dica­pai, dan sampai seat ini terus dapat dipertahankan. Pertum­buhan produksi hasil-hasil pertanian yang tinggi itu telah dapat meningkatkan pendapatan petani dan memberikan kesempat­an kerja bagi penduduk desa.
Usaha-usaha peningkatan produksi peternakan ditekankan terutama pada pembinaan peternakan rakyat dengan cara membina kelompok peternak untuk mempermudah penyuluhan masukan pro­duksi, penyuluhan, dan perbaikan mutu ternak. Selain pengem­bangan usaha-usaha peternakan rakyat, juga dilaksanakan pem­binaan usaha-usaha swasta besar melalui pendekatan sistem agribisnis, yang meliputi usaha pra-produksi dan pascaproduk­si, khususnya industri pengolahan hasil-hasil ternak. Seba­gai hasil kebijaksanaan ini, maka pengembangan hampir semua jenis populasi ternak telah mencapai sasaran Repelita IV, ke­cuali ternak sapi perah, ayam bukan ras dan itik. Hal ini disebabkan oleh karena program intensifikasi ternak perah me­merlukan waktu cukup lama, sedangkan intensifikasi ternak ayam bukan ras dan itik belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh peternak di pedesaan.
Sementara itu peningkatan produksi perikanan ditekankan pada usaha peningkatan mutu intensifikasi melalui perbaikan teknologi produksi dan manajemen, penyuluhan, pembangunan Ba­lai Benih Udang (BBU) dan Balai Benih Ikan (BBI).

Dalam rangka menunjang usaha ekstensifikasi, maka pola pengusahaan budidaya udang telah disempurnakan melalui Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan tersebut telah men­dorong investasi swasta untuk mengembangkan budidaya tambak. Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut, sampai dengan tahun 1987 telah dibangun dan direhabilitasi sekitar 800 km saluran tambak.
Dalam usaha memanfaatkan sumber daya perikanan secara optimal dan sekaligus melestarikan sumber alam, maka bagi daerah-daerah pantai yang padat tangkap seperti pantai Utara Jawa, Selat Bali dan Malaka, pengembangannya diarahkan ke perairan lepas pantai atau ke bidang usaha lain seperti budi­daya laut dan tambak. Selanjutnya untuk pemanfaatan perair­an Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) telah didorong perusahaan swasta untuk meningkatkan investasi di perairan tersebut.
Kebijaksanaan tersebut telah memberikan dampak positif baik dalam arti peningkatan produksi dan ekspor maupun penye­rapan tenaga kerja. Peningkatan produksi perikanan halt telah meningkat lebih besar dibanding dengan sasaran yang ditetap­kan, sedangkan produksi perikanan darat sedikit di bawah sa­saran karena pembangunan prasarana pengairan tambak memerlu­kan waktu cukup lama. Pertumbuhan produksi perikanan tersebut
telah meningkatkan pendapatan petani ikan dan kesempatan ker­ja. Sejalan dengan peningkatan produksi perikanan, volume dan nilai ekspor menunjukkan peningkatan.

Dalam pada itu usaha-usaha peningkatan produksi perkebun­an ditekankan pada pembangunan perkebunan rakyat dan ditun­jang oleh perkebunan besar yang sudah memiliki kemampuan tek­nologi dan manajemen serta pemasaran hasil. Pola pengembangan perkebunan rakyat dilaksanakan melalui pola Unit Pelaksana Proyek (UPP) dan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat melalui penyediaan sarana lengkap seperti bibit unggul, pupuk serta pengendalian hama dan penyakit. Untuk meningkatkan produktivitas lahan di daerah bukaan baru, pola pengembangan dilakukan melalui Perkebunan Inti Rakyat PIR), yang melibatkan Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP).
Untuk meningkatkan peranan swasta dan produktivitas lahan di daerah transmigrasi, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang pengembangan perkebunan dengan po­la PIR yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Kebijaksa­naan tersebut didukung pula oleh rehabilitasi dan pengembang­an pabrik pengolahan hasil-hasil perkebunan, yang diarahkan untuk meningkatkan efisiensi pengolahan dan peningkatan mutu hasil.

Kebijaksanaan tersebut di atas telah meningkatkan produk­tivitas hasil per hektar karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, teh dan coklat. Sejalan dengan peningkatan produksi perkebun­an, volume ekspor hasil-hasil perkebunan menunjukkan kecende-rungan yang semakin meningkat. Sampai dengan tahun 1986 pe­ningkatan tersebut rata-rata di atas 4,0% per tahun dan pe­ningkatan ekspor terbesar dialami oleh minyak sawit dan coklat.

Minggu, 15 Maret 2009

Rizobakteri Azotobacter

Potensi Rizobakteri Azotobacter
dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah

Tanah adalah sebuah komponen dari
keseluruhan ekosistem dan tidak dapat dilepaskan
dari kesehatan ekosistem tersebut. Di bidang
pertanian, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik,
kimia dan biologis optimal untuk produksi tanaman
dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan
tanaman serta kualitas ekosistem yang mencakup air
dan tanah. Dalam sejumlah kondisi, tanah yang sehat
mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen
ekosistem yang sehat karena adanya penambahan
komponen tanah yang tidak sehat dari luar tanah itu
sendiri (Elliott 1998) misalnya penambahan bahan
kimia yang berlebihan atau pembuangan limbah
toksik.
Tanah sehat dan subur merupakan sistem
hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organisme
(mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro
fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi
membentuk suatu rantai makanan sebagai
manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk
membentuk tropik rantai makanan (Simarmata et al,
2003). Dalam ekosistem tanah, tropik rantai makanan
dimulai dari tropik level pertama, yaitu kelompok
organisme (tanaman dan bakteri) produsen yang
mampu memanfaatkan sinar matahari sebagai
sumber energinya. Selanjutnya diikuti oleh tropik
kedua hingga ke tingkat tropik yang tertinggi. Hal ini
berarti, bahwa kehadiran suatu organisme akan
mempengaruhi keberadaan organisme lain secara
langsung maupun tidak langsung. Kesehatan tanah
dapat dievaluasi secara kualitatif maupun kuantitatif
dengan menggunakan indikator seperti kemampuan
tanah sebagai media tumbuh tanaman maupun
mikroba (Simarmata et al, 2003).
Secara umum, rizosfir ekosistem tanah yang
sehat akan dihuni oleh organisme yang
menguntungkan yang memanfaatkan substrat
organik dari bahan organik atau eksudat tanaman
sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah
mikroba memegang peran penting pada tanah yang
normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam
menentukan kualitas tanah. Mikroba tanah berperan
dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan
nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman,
dan mendegradasi residu toksik (Sparling 1998).
Selain itu, mikroba juga berperan sebagai agen
peningkat pertumbuhan tanaman (plant growth
promting agents) yang menghasilkan berbagai
hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam-asam
organik yang berperan penting dalam merangsang
pertumbuhan bulu-bulu akar.
Salah satu kelompok organisme yang penting
dalam ekosistem tanah dan berperan sebagai agen
peningkat pertumbuhan tanaman adalah rizobakteri
yaitu bakteri yang hidup di rizosfir tanaman dan
mengalami interaksi yang intensif dengan akar
tanaman maupun tanah. Kesehatan biologis suatu
tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi
rizobakteri ini atas mikroorganisme patogen sehingga
tanaman mendapatkan manfaat yang optimal dari
keberadaan rizobakteri non patogen.
Azotobacter adalah spesies rizobakteri yang
telah dikenal sebagai agen biologis pemfiksasi
dinitrogen, diazotrof, yang menkonversi dinitrogen ke
amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas
dinitrogen. Unsur hara yang membatasi produktivitas
tanaman adalah nitrogen sehingga pupuk nitrogen
selalu ditambahkan sebagai input dalam produksi
tanaman. Untuk menghindari penurunan kesehatan
tanaman akibat adanya input bahan kimia, diperlukan
input biologis berupa rizobakteri.
Penambahan atau inokulasi Azotobacter
dengan tujuan untuk meningkatkan ketersediaan
nitrogen tanah telah sering dilakukan namun dengan
hasil yang bervariasi, bahkan kadang-kadang tidak
meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut
sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri hidup
bebas terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg
N/ha/tahun yang jauh lebih rendah daripada kontribusi
bakteri pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai
24-584 kg N/ha/t (Shantharam & Mattoo 1997).
Namun demikian, upaya mempertahankan kesehatan
tanah dan sekaligus produktivitas tanaman dengan
inokulasi Azotobacter perlu dilakukan karena
rizobakteri ini berperan sebagai agen peningkat
pertumbuhan tanaman melalui produksi fitohormon
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu,
input rizobakteri dalam suatu sistem pertanian sejalan
dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih
(Clean Development Mechanism, CDM) yang penting
diupayakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca
dan meningkatkan serapan karbon (carbon
sequestration) sehingga karbon berada dalm bentuk
yang lebih stabil (Murdiyarso 2003)
Pada makalah ini akan dirangkum sejumlah
hasil penelitian mengenai aplikasi Azotobacter di
pembibitan tanaman sayuran. Tulisan ini bertujuan
untuk memperlihatkan kemampuan Azotobacter
sebagai agen hayati dalam aplikasi bioteknologi tanah
di pembibitan tanaman sayuran, dan dalam
mempertahankan kesehatan tanah, dalam hal ini
kemampuan tanah sebagai media tumbuh tanaman
maupun mikroba, melalui kapasitasnya dalam
memfiksasi nitrogen dan produksi fitohormon.
Fiksasi Nitrogen Biologis. Salah satu inokulan
bakteri yang penting untuk meningkatkan
ketersediaan nitrogen tanah, dan peningkatan hasil
adalah Azotobacter. Kemampuan Azotobacter dalam
memfiksasi N2 telah diketahui pertama kali oleh
Beijerinck pada tahun 1901 (Page 1986). Namun
demikian peningkatan hasil ini tidak konsisten jika
dibandingkan dengan rendahnya kapasitas fiksasi
bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik. Karena itu,
diduga terdapat faktor lain yang berperan dalam
pengendalian pertumbuhan tanaman seperti produksi
fitohormon, pemutusan siklus penyakit maupun hama
melalui perubahan karakteristik mikroba, fisik atau
kimia tanah, atau melalui peningkatan aktivitas
makrofauna tanah seperti cacing tanah (Peoples et
al, 1995).
Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai
bagian dari input nitrogen untuk mendukung
pertumbuhan tanaman telah menurun akibat
intensifikasi pemupukan anroganik. Penurunan
penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya
hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi
nitrogen diintegrasikan dalam sistem produksi
tanaman.

Sabtu, 14 Maret 2009

MIKROORGANISME TANAH

MIKROORGANISME TANAH
Inokulasi mikroorganisme dapat dijadikan alternatif dalam mengatasi kelangkaan pupuk anorganik yang disebabkan mahalnya harga dan distribusi yang tidak merata.
Ada anggapan yang salah dalam menilai produktivitas padi lokal yang ditanam di lahan pasang surut di Kalimantan Selatan. Biasanya padi tersebut dianggap memiliki produktivitas hasil yang rendah. Kenyataannya di Lapangan tidak seperti itu. Hasil survei pada tahun 1999-2002, di lahan pasang surut tanah sulfat masam diperoleh hasil yang tinggi meski tanpa penggunaan pupuk. Produktivitas padi lokal untuk varietas Siam Ubi mencapai 5,34 ton/ha, Siam Puntal 4,12 ton/ha dan Siam Unus 3,09 ton/ha.
Tingginya produktivitas padi lokal walaupun tanpa pemupukan, padahal kandungan P tersedianya rendah (< 4,4 ppm), kandungan P total sangat tinggi (> 262 ppm) dan pH sangat masam (> 4,5), serta padi lokalnya tidak menunjukan gejala kekurangan P, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana tanaman padi tersebut mendapatkan ”makanan” nya untuk mencukupi ” kebutuhan ” nya.
Hal itu bisa terjadi karena adanya mikroorganisme pelarut P sukar larut dalam tanah baik berupa bakteri, jamur maupun actinomycetes. Mikroorganisme tersebut dapat meningkatkan ketersediaan P melalui proses pengkhelatan dan pelarutan P yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tanaman. Proses kerjanya adalah mikroorganisme palerut P tersebut akan menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengkhelat Al, Fe, Ca, dan Mg membentuk kompleks organomental yang stabil dan P menjadi tersedia bagi tanaman.
Untuk mengetahui mikroorganisme yang cocok, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa melakukan ujicoba atas 13 bakteri dan 2 jamur pelarut P kepada 3 jenis varietas padi yang dicobakan. Berdasarkan warna koloni bakteri, secara umum bakteri berwarna coklat susu dan putih susu berlendir menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam melarutkan bentuk AlPO4, sedangkan pada bentuk Ca3PO4 adalah bakteri berwarna coklat susu dan jingga. Berbedanya kemampuan pada warna yang sama karena ternyata setelah dididentifikasi urutan DNA dan taksonominya, warna yang secara kasat mata sama, belum tentu memperlihatkan spesies yang sama, walaupun masih berada dalam satu ordo yang sama.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan kemampuan bakteri dalam melarutkan P sukar larut dalam bentuk AlPO4 dan Ca3PO4 menunjukkan persentase yang bervariasi, bahkan di masing-masing varietas. Besar persentase P – larut yang lebih seragam cenderung diperlihatkan oleh varietas siam unus pada bentuk AlPO4 dan varietas siam puntal pada bentuk Ca3PO4 (Tabel 1). Kemampuan bakteri melarutkan P dalam kedua bentuk P padat tertinggi ditunjukkan oleh varietas siam ubi. Ini seiring dengan lebih tingginya produktivitas yang dihasilkan siam ubi dibanding kedua varietas lain.
Dalam bentuk AlPO4, kemampuan melarutkan tertinggi ditujukan oleh ordo Burkholderiales, diikuti oleh ordo Actinomycetales dan ordo Nitrospirales, sedangkan dalam bentuk Ca3PO4 adalah ordo Burkholderiales, diikuti oleh ordo Nitrospirales dan ordo Actinomycetales. Bakteri yang memiliki kemampuan melarutkan keduanya adalah ordo Burkholderiales, yakni spesies Burkholderia cepacia strain dan Raistonia pickettii strain.
Namun, hasil penelitian ini belum dapat dipergunakan langsung dilapangan. Tetapi paling tidak menjadi salah satu langkah awal bagi kita untuk meningkatkan produktivitas padi sekaligus mengurangi keperluan akan pupuk anorganik terutama TSP ataupun SP36. Dan sepertinya teknologi budidaya pertanian yang berasaskan pelestarian sumberdaya alam yang berasaskan pelestarian sumberdaya alam yang menggunakan masukan rendah dengan hasil yang relatif tinggi seperti pengaplikasian mikroorganisme seperti ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut.